Sabtu, 06 September 2008

=DIY Sebagai Pusat Budaya

http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=2942&Itemid=1527


DIY Sebagai Pusat Budaya

06-01-2007

Budaya sebagai tata nilai, simbol-simbol dan produk dari peri kehidupan manusia di DIY berkembang dengan baik tanpa melepaskan diri dari akarnya. Kraton Ngayogyakarta dan Puro Pakualaman sebagai pusat budaya Jawa tetap eksis dan menjadi sumber dari perkembangan budaya masyarakat.

Walaupun demikian, dengan karakter manusia DIY yang toleran terhadap adanya perbedaan, budaya dari luar daerah pun juga dapat diterima dan memperkaya khasanah budaya nusantara.

Sebagai pusat budaya, maka pelestarian budaya (produk budaya maupun nilai budaya) sangat mendapat perhatian.
Salah satu contoh dari upaya pelestarian produk budaya adalah Program Pelestarian dan Pengembangan Sejarah Kepurbakalaan yang meliputi:1. Peningkatan Kawasan Cagar Budaya (KCB) dari 7 kawasan menjadi 13 kawasan cagar budaya;2. Terbentuknya Forum Pelestarian Warisan Budaya sebagai wadah pemerhati dan pelestari warisan budaya yang beranggotakan LSM, tokoh-tokoh masyarakat dan birokrat;3. Terbentuknya Tim Pengelola KCB dari tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan dan Desa Budaya;4. Meningkatnya jumlah LSM dari 2 organisasi menjadi hampir 40 organisasi Pelestari Warisan Budaya;5. Penambahan jumlah peninggalan sejarah dan purbakala yang terehabilitasi dan terlestarikan mencapai 20 Benda Cagar Budaya (BCB) berkualifikasi Nasional dan Propinsi;6. Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan pada akhir tahun 2003 diharapkan dapat menghasilkan peningkatan kualitas dan kuantitas peninggalan sejarah dan purbakala sebanyak 8 KCB tertangani dengan baik (KCB Tamansari, Kraton, Kotagede, Prambanan, Puro Pakualaman, Kerta, Pleret, Ambarbinangun); 25 BCB berkualifikasi Nasional dan Propinsi serta peninggalan budaya lainnya, seperti 5 masjid Pathok Negara.

Di bidang permuseuman telah dilaksanakan pembinaan dan pengembangan baik secara internal bagi para pengelola museum tentang manajemen permuseuman dan secara eksternal melaksanakan sosialisasi dan apresiasi masyarakat terhadap museum.

Sementara itu, Museum Sonobudoyo sebagai museum tertua kedua setelah Museum Nasional telah selesai menyusun studi revitalisasi untuk peningkatan peran dan fungsinya, sedangkan tentang pendirian Museum Seni Rupa di Yogyakarta sedang dalam tahap persiapan. Dalam kurun waktu 5 tahun semenjak tahun 1998 terjadi peningkatan jumlah museum dari semula 25 buah menjadi 30 buah yang terdiri dari jenis Museum Umum dan Museum Khusus. Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) merupakan salah satu kegiatan dimaksud yang secara rutin diselenggarakan setiap tahun selama 15 tahun terakhir, di samping berdampak seperti tersebut di atas juga semakin menambah semarak yang tidak kecil kontribusinya dalam memberi nilai tambah bagi kepariwisataan DIY. FKY ini merupakan refleksi dari perkembangan budaya rakyat yang berakar kepada budaya adiluhung yang berkutub pada Kraton Ngayogyakarta dan Puro Pakualaman.

Antusiasme seniman-budayawan dalam memantapkan keberadaan mereka sekaligus berimplikasi dalam pengembangan kebudayaan juga tercermin dengan terbentuknya Dewan Kebudayaan DIY yang merupakan pengembangan dari Dewan Kesenian DIY. Dewan Kebudayaan tersebut ditetapkan dalam Musyawarah Daerah Dewan Kesenian pada tahun 2003, yang dilatarbelakangi pemikiran perlu adanya pengembangan organisasi yang tidak hanya mengakomodasi-kan Budaya 'intangible' yang selama ini menjadi fokus kelolanya, namun juga dipandang perlu mengakomodasikan budaya yang bersifat 'tangible'.

Apa yang telah dilaksanakan di atas merupakan bentuk komitmen kita untuk mempertahankan predikat Yogyakarta dengan Kraton Ngayogyakarta dan Pura Pakualaman sebagai pusat budaya Jawa yang keberadaannya diakui oleh masyarakat luas.

Keberadaan Yogyakarta sebagai pusat budaya Jawa yang cukup disegani dibuktikan dengan pengakuan secara implisit dari beberapa daerah dalam bentuk pengangkatan dan pemberian gelar adat kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X yang juga Gubernur Propinsi DIY. Daerah-daerah yang memberi gelar adat tersebut adalah Sumatra Barat, Makassar, Maluku, dan yang terakhir Riau pada bulan 26 Juni 2003 yang lalu. Penganugerahan gelar adat tersebut sebagai bentuk penghargaan atas peran Gubernur DIY dalam ikut membina dan mengayomi masyarakat dari daerah yang bersangkutan.

Sumber BAPEDA Propinsi DIY

Tidak ada komentar: